1 Jan 2013

Hari ke-1: Hujan di Akhir Desember

Hai Hujan. Betah ya mengguyurku? Tidakkah kau sampaikan pada langit bahwa aku ingin berlarian sambil menenteng puluhan kembang api? Malam ini umur bumi bertambah satu. Apa kau tidak ingin merayakannya dengan hiasan bintang dan kembang api didekat pipimu yang merona merah itu? Atau kau ingin aku merenunginya? Memelihara bumi dan tidak menyakitinya? Tolong jawab. Kalau iya, teruslah menangis hingga tengah malam tiba.

Hai Langit, sudah hampir tengah malam. Kau tau aku sedang menunggu? Sudah sekitar 5 jam aku memandangimu. Sudah sekitar 300 menit. Sudah sekitar 18000 detik, dengan muka muram dan hampir menangis. Aku menunggu. Satu pesan yang akan membuatku berjingkat girang kemudian berkubang senyuman saat datang. Tapi kau terus menangis sepanjang waktu. Iya, pesan itu tak kunjung datang karenamu. Maaf, tidak seharusnya penggemar nomer wahid Langit menggerutu. Tapi dengarlah, beginilah orang yang sedang dilanda rindu.

Hai, pesanmu tak kunjung datang. Tak terkira kesalku. Langit dan hujan berkolaborasi membentengiku. Dan satu-satunya hal yang bisa menghubungkanku denganmu pun bersekutu. Apa kau disana juga sekesal aku? Aku sedang menunggumu bersama ribuan detik yang tidak berhenti berdetak. Aku menunggumu seiring dengan derasnya rintik hujan yang mengguyur seluruh kota tanpa ada habisnya. Bisa kau hitung berapa banyaknya? Sebesar itulah rindu yang aku selipkan lewat alam yang menangis sambil berpesta malam itu. Menangis untuk bumi yang semakin menua. Dan berpesta untuk manusia yang tidak bisa berbahagia.

Kemudian Langit dan Hujan memihakku. Sepuluh detik berlalu:

Selamat tahun baru. Untuk bumi. Untuk langit. Untukmu.
Untuk kita. Untuk mereka. Untuk semesta.
Dan untukku, yang merindu.
J

2 comments:

Nurul Qolbi said...

Hai, mb Din! (:

Dinar said...

De Ul :D