25 Jan 2013

Hari ke-25: Soul Mate

"A soul mate is a, well it’s like a best friend, but more. It’s the one person in the whole world that knows you better than you know yourself. It’s someone who makes you a better person. Well, actually, they don’t make you a better person. You do that yourself, because they inspire you. A soul mate is someone who you carry with you forever. It is the one person who knew you but yet, still accepted you & believed in you, before anyone else did, or when no one else would. And no matter what happens, you’ll always love them."

Aku membaca pesanmu dengan perasaan yang membuncah hebat. Sebentar lagi kita bertemu. Sekian bulan, sekian minggu, sekian hari telah terlampaui, tanpa seharipun kita lupa menyapa satu sama lain. Meski tak menatapmu langsung, itu lebih dari cukup. Meskipun ada waktu saat kita tidak sehangat biasanya. Katamu kita ini lebih dari sahabat, bahkan saat kita sudah bersama, kau bilang perasaan kita ini lebih dari kekasih. Lalu kita bingung menyebutnya apa. Kita terdiam lama. Memandang satu sama lain. Tersenyum dan tau pikiran satu sama lain. Kita menyebut kita: soul mate.

Mate, I love you. Always.

Hari ke-24: The One who knows better

One day I ask to God, I ask him to sends one of his cupid to accompany me all the night.
so I will never feel lonely in the darkness.
will shining me when the moon decided to stop gives her smile.
will make me smile when the stars stop to wink at me.
and will make me warm when the wind blowing so hard..

when I'm being completely alone would you please send me someone who really knows my heart?
because sometimes I feel so lonely though my friends stay around me.

they laugh with me, they cry in my shoulders.
but they never know what truly happened with me, in the deepest of my heart..
oh God, I know you know me better.
I know you always with me, I know you will never forget about me.
because I do the same..

Hari ke-23: High hopes, know me better

Sometimes I cry so hard. When I want anything but I can't have it. Tears drop and my heart hurts.. That time I want to share my problems with someone, with my friends. Hope they'll support me and make me feel better. But I can't. I don't know why. I can not tell anything to others, although I want to do it. I can't be honest when I have problems, even to myself. I just keep it inside, feel my heart beating. Then crying over and over again. Blame myself. One day my friends asked me "What happened to you honey?" and I answered, "Nothing, I'm okay". Don't ever believe me when you ask me and I answer like that. I could stand in every conditions, but it doesn't mean that I'm strong..

Hari ke-22: I'm scared and afraid walking in the dark, let me catch the light

Dear my beloved father..
Hello father, how are you? Although I meet you everyday but I don't know your heart conditions. You just said that you are okay but I know you have big problems and I won't you think about everything too hard.. I'm sorry, I'm so sorry. I always made you sad, disappoint or anything. You know, that everything that I've done I do the best that I can. But sometimes I have no chance to catch the successful. But now, I realize, my whole life I'll do everything to make you and momma happy. I wanna make you smile and I wanna make you proud of me..

Love Dinar :)

Hari ke-21: Mencintai Secara Sederhana

Aku mencintaimu secara sederhana
Tanpa rumus, hanya meluncur begitu saja
Aku mencintaimu secara sederhana
Memaknai semua sebagai kebetulan yang begitu indah
Aku mencintamu secara sederhana
Hanya mencintaimu
Kau tau artinya?
Cintaku sederhana
Tidak rumit
Tidak berbelit
Sesederhana sebuah kata yang terucap tanpa berfikir
Sesederhana cahaya matahari yang terus bersinar
walau bumi tak berharap disinari
Sesederhana air yang terus mengalir...

Hari ke-20: Lapar

Masih lekat terbayang wajah-wajah yang bergerak hilir mudik dari semalam. Meski aku hanya tertunduk lesu dengan menengadahkan tangan, aku bisa melihat wajah lusuh mereka yang muak melihat orang macam aku di jalanan. Aku terduduk lesu bukan karena malas berjalan atau sekedar bernyanyi sambil sedikit bergoyang. Lebih dari itu. Ususku kaku. Tenggorokanku terbakar. Kepalaku pening tidak karuan. Aku lapar. Dua hari belum makan. Hanya minum setegukan dari hasil mengorek sisa air mineral di jalanan. Apa hidupku begitu menyedihkan?

"Ini ada nasi bungkus, kamu makan ya. Ini juga ada sedikit uang. Sana gunakan untuk keperluanmu", katanya lembut namun tegas. Dia segera berlalu. Aku yang masih tertegun, bercampur kaget dan terharu hanya bisa terdiam sampai dia sudah tidak kelihatan di pelupuk mataku. Lupa mengucapkan rasa syukur dan terima kasihku. Bu, siapapun kamu, aku mendoakan kesehatanmu.

Kulahap makananku dengan cepat. Aku bisa melihat diriku yang sedang makan seperti orang kerasukan. Aku tidak begitu peduli. Aku lapar. Dan logika tanpa logistik tidak akan pernah jalan. Kata siapa hidup di jalanan itu keras. Hidup di jalanan itu sangat amat keras. Kami tidak diperdulikan oleh orang yang tidak kami kenal. Kami bahkan dianggap sampah. Tapi kami saling memiliki satu sama lain. Karena satu-satunya yang kami punya hanya diri sendiri dan teman sepenanggungan. Kalau tidak ada, berarti kami sendirian. Oh, aku lupa. Aku masih punya Tuhan yang akan memeluk orang macam aku lewat tangan-tangan orang dermawan.

Hari ke-19: Laut = Hati

"Jumlah sungai di dunia ini bukan main banyaknya, tapi, mengapa laut tidak pernah banjir? Laut tidak pernah penuh?", tanyanya.

"Karena laut tempat kembalinya semua air, dan laut juga tempat air menguap menjadi awan, menjadi hujan, Mas", jawabku.

Seperti hati. Laut adalah tempat segalanya kembali. Air bisa datang dari mana saja. Tapi pasti akan kembali ke laut. Laut tidak akan lupa berbagi. Pada alam, pada langit, pada tanah, pada gunung yang jaraknya terbentang. Dia akan berbagi. Dia tidak meminta. Dia hanya menampung dan menjadikan alam tetap terjaga. Seperti hati, yang tidak akan tahan sendiri. Dia juga ingin berbagi. Kepada sesama hati yang layak untuknya memberi. Dan hati tidak pernah memilih, tapi dipilih. Tidak berbatas pada angka, lebih luas daripada semesta.

20 Jan 2013

Hari ke-18: Lagi

Dear Bintang, aku iri lagi. Untuk kesekian kali. Pada sepasang burung yang terbang begitu indah. Mengepakkan sayap bersamaan. Berlarian diantara angin yang ingin memisahkan. Aku iri lagi. Untuk kesekian kali. Pada bulan yang setia mengiringi bumi. Menjadi satelitnya dan tidak ingin lebih. Aku iri lagi. Untuk kesekian kali. Pada dua sosok pemuda pemudi diujung sana. Duduk berdua sambil bercanda. Es krim-es krim yang mereka bawa sesekali diliriknya, tapi tidak pernah menurunkan niat mereka untuk mendengarkan celoteh satu sama lain. Senyum mereka berkata bahwa mereka jatuh cinta lagi, untuk kesekian kali, dan tidak pernah tidak terjadi. Aku iri lagi. Untuk kesekian kali. Aku ingin aku bisa mengerti. Aku ingin aku bisa menanti. Aku ingin aku bisa berbicara bahkan saat aku diam. Aku ingin aku selalu ada bahkan saat ketiadaan adalah pilihan utama. Aku ingin sesuatu yang pasti, bahkan saat ketidakpastian adalah jawaban segala tanya. Aku ingin dianggap ada bukan sekedar untuk melengkapi, bukan sekedar sebagai remah roti, bukan sekedar sebagai boneka yang dibuang saat kebosanan merajai. Aku ingin aku bahkan tidak punya jarum, paku, peniti, atau apapun yang membuat hati, jantung, dada, atau perasaan yang menusuk-nusuk tepat disini. Boleh?

Pandanganku memburam. "Begini ya caranya menangis?"
Bisikku.

19 Jan 2013

Hari ke-17: Sendirian Sekarang

Aku bergidik menahan dingin. Menghembuskan nafas yang bisa kuihat menguap didepan mataku. Menggesek-gesekkan tangan yang sudah terbalut sarung tangan tebal. Mendekap sendiri tubuh yang sudah terbalut jaket hingga membuatku menggembung sebulat bola salju yang digulung. Satu-satunya yang menemaniku adalah angin yang selalu berhasil menusuk sampai ke tulang.

Aku merasakannya ada disana. Berdiri di sampingku. Sambil memandang lurus ke depan. Sambil sesekali tersenyum, entah pada apa. Dia hanya memakai jaket tipis dan tidak memakai baju hangat. Apa dia tidak kedinginan, pikirku. Aku menghampirinya, ingin mendekap. Tapi saat ingin kudekap, bayangannya hilang dan berpindah ke sisi yang lainnya.

Aku tersenyum menahan rindu. Rasanya ada sepuluh ribu paku yang menancap tepat di jantungku. Memaksanya untuk tetap berdetak dengan segala perih dan darah yang setiap detik bertambah hebat. Tara sesekali hilang, membiarkanku menangis sendirian. Membiarkanku mencarinya dalam sebuah kenangan. Mungkin dia tau seharusnya aku tidak lagi mengharapkannya ada sekarang.

Dua bulan. Dia sudah benar-benar hilang. Hanya ada dia yang tersenyum sambil berkata, "Baik-baik ya. Jangan lupa makan" seperti biasanya dia mengingatkan. "Tara, kau sudah tenang ya, Sayang?", bisikku.

17 Jan 2013

Hari ke-16: 5 (Lima)

1
Aku diam mendengarkan suara hening diujung bumi sebelah sana. Dia membisu dan ikut-ikutan mendengarkan aku yang diam diujung bumi sebelah sini. Kami diam. Ingin diam karena tidak tau apa yang sedang kami diamkan.

2
Kali ini kamu sudah bisa bicara. Sekedar kata "iya", "tidak", dan "hmm" yang menggantung melalui udara. Aku yang tidak pandai bicara ini hanya membalasnya dengan memanggil namamu berulang kali dengan suara yang lirih. Sebentar lagi pecah. Dari sini aku tau. Semesta, dia sedang marah.

3
Sudah bukan lagi "iya", "tidak", dan "hmm" yang terus kau jejalkan di telingaku. Kini kita sudah mulai membuka tabir-tabir ego yang sedari tadi membungkus erat. Marah, kecewa, cemas, cemburu; hati, yang sedari tadi kau sembunyikan sekarang sudah ku genggam. "Maafin aku ya", katamu.

4
Kita resmi menangis berbarengan. Tangis yang aku tau tidak menyakitkan. Tangis tidak ingin kehilangan. Tangis karena kita merasa kita sama-sama bodoh untuk saling berbohong tentang perasaan. Kita ini berbeda tubuh, tetapi satu jiwa. Aku merasa apa yang kau rasa, begitu juga sebaliknya.

5
Memaafkan, berbagi rasa, kembali menjadi aku dan kamu yang selama ini bergumul menjadi kita. Mengobrol seharian. Bercanda sampai tidak ada bahan. Jenuh karena kamu bilang, hanya kamu yang berbicara terus-terusan. Tapi tidak pernah ingin mengakhiri pembicaraan. Itu kita; aku dan kamu yang selama ini berproses menjadi kita.

If there is no you;
my universe will never be the same.

16 Jan 2013

Hari ke-15: Mungkin

Mungkin sedang dihinggapi jenuh. Mungkin pengertian sedang tidak berada diantara aku dan kamu. Mungkin sedang tidak ingin duduk bersama. Mungkin sendirian lebih kau harapkan. Mungkin kau ingin ke utara dan aku ingin tinggal. Mungkin, sebenarnya kita ingin terus bergandengan. Mungkin, kita memang ada untuk satu sama lain, Mungkin hanya terlalu angkuh untuk terus berkata: aku butuh kamu. Disini. Sekarang. Sampai nanti. Tak terbatas waktu.

Diantara mungkin-mungkin yang ada dikepalaku, hanya ada satu yang mungkin pasti. Mungkin aku ingin kamu terus ada. Mungkin aku selalu butuh kamu; tertawa, menangis, marah, seperti biasanya. Mungkin aku terlalu takut kamu pergi. Mungkin aku tidak bisa berhenti. Mungkin, tidak; aku menyayangimu dengan segenap hatiku. Dan tidak ada mungkin lagi.

14 Jan 2013

Hari ke-14: Ayah

Sedang meneduh. Menghindari hujan. Sudah tidak sekuat dulu. Duduk diatas tumpukan sepatu, ia terkantuk-kantuk menahan kelelahan. Seiring riuh hujan dan anak-anak yang lalu lalang, kepalanya tertunduk-tunduk; matanya memejam. "Aku lelah", bisik matanya. Disela kantuk dan sadarnya, dia menjajakan dagangannya dengan suara lirih bercampur kelelahan, "Tahunya... Tahunya..."

Yang menguatkannya untuk terus berjalan;
hanyalah putra yang sangat dicintainya.
Tanpa berpikir bagaimana lelahnya dia.

Ayah, dengarkanlah....
Disela hujan ini, aku mengirim tetes kerinduan.
Untukmu yang selalu berpeluh.
Untukmu yang tidak pernah berkata lelah.
Untukmu yang selalu tersenyum.
Untukmu yang selalu berkata, "Semangatlah."
Untukmu yang tidak pernah mengeluh.
Untukmu, Ayah nomer satu didunia.
Aku rindu. Aku rindu. Aku rindu.

Hari ke-13: Menunggu

Rena berdiri disana. Bersama angin dan suara hempasan ombak. Bersama badai yang akan datang. Bersama kerinduan yang menyayat. Bersama kesepian yang memeluk erat. Bersama ribuan kenangan yang berusaha terbang menantang angin kencang. Di dermaga. Menikmati alam membisikinya untuk tinggal. Merenungi sebuah kepergian. Menanti sang pangeran yang tidak akan pulang. Yang sudah bertahun menjelajahi lautan. Yang tidak bisa lagi memberi kabar. Yang kata orang-orang sudah kembali pulang. Ke dalam pelukan lautan. Ke dalam naungan Tuhan.

Dia selalu menunggu.
Untuk bisa kembali bersatu.

12 Jan 2013

Hari ke-12: Home

Dia akan segera pergi. Kembali ke negaranya. Meninggalkanku sendiri disini. Bersama kenangan sebulan ini. Sudah lima tahun bersama. Dan tidak pernah jengah kurasa saat bersama. Hari-hari kami dihiasi rindu dan cinta yang selalu bergejolak tiap detiknya. Ya---kami selalu jatuh cinta satu sama lain; lagi, lagi, dan lagi. Mungkin karena jarak. Cinta kami terpisah benua. Tidak ada alasan untuk tidak rindu, untuk tidak jatuh cinta, untuk tidak berharap tiba-tiba ada jembatan berkontruksikan cinta dan percaya menghubungkanku dengan dia.

Apa arti jarak bagi kami? Apa arti jarak bagimu?
Apa arti cinta bagi kami? Apa arti cinta bagimu?
Apa arti rumah bagi kami? Apa arti rumah bagimu?
Bagi kami jarak adalah penguat hati untuk saling mencinta.
Mungkin bagimu jarak hanyalah ribuan kilometer jauhnya.
Bagi kami cinta adalah rasa yang tidak akan habis saat didera.
Mungkin bagimu cinta hanyalah rasa yang membuncah saat bersama.
Bagi kamu rumah ada bertemu, pelukan, tinggal, cinta, segalanya.
Mungkin bagimu rumah hanyalah tempat melepas lelah.

"Love...", sapaku.
"Mon amour♥", balasnya.
"I miss you", kataku.
"I miss you more", katanya.
"Lagi apa disana?", kataku.
"Lagi mau pulang. Ke pelukanmu", katanya.

Apa yang lebih membahagiakanku selain kamu bisa kembali;
ke pelukanku. Dan tinggal. Selalu ada disisiku.
I will always welcome you home.
Everytime you come home.
Take care there :')

11 Jan 2013

Hari ke-11: Terlambat

"Apakah kamu masih tidur dan tidak ingin ku ganggu? Apakah kamu lelah setelah petualanganmu semalam? Apakah kamu ingat apa janjimu, wahai Pangeran?", bisik sang Puteri; ditemani malam dan kesepian. "Aku tidak akan lagi meminta. Aku tidak akan lagi menanti. Dan aku tidak akan lagi berharap", tambahnya. Sekarang sang Puteri ditemani bulir-bulir air hangat yang memeluknya erat.

Sementara sang Pangeran masih terlelap. Beratapkan langit malam dengan ribuan lampion bernama bintang. Dia sungguh lelah, hingga melupakan janjinya. Dan tetap berpikir bahwa sang Puteri baik-baik saja, berpikir bahwa sang Puteri akan setia menunggunya.

"Pangeran. Kau terlambat", bisikku.

10 Jan 2013

Hari ke-10: I Know It

"I'm in love", katanya.

"Seberapa yakin?"

"Seyakin ini...", dia menarik tanganku. Meletakkannya diatas dadanya. Segera kurasakan letup-letup kencang; berdesir-desir ricau yang tidak dapat kujelaskan lewat kata-kata. "I'm in love with you", bisiknya.

"Okto...", kataku.

"Iya", katanya. Dia menatapku dengan tatapan sehangat perapian di musim dingin. "Aku mencintaimu, Rena. Aku tidak akan memaksakan diriku untuk tidak mengatakan kebenaran. Aku mencintaimu, dan akan selalu begitu. Aku tau, cinta bukan sekedar berdebar saat mataku tidak sengaja berpapasan dengan matamu. Aku tau, cinta bukan sekedar kata 'I love you'. Cinta adalah hati yang ingin selalu berkata, 'I live you'. Aku tau cinta tidak hanya sekedar menyusuri lorong kegelapan, bukan hanya sekedar teriakan dalam kehampaan. Cinta adalah bagaimana saling menguatkan, menjadi mata dan telinga satu sama lain saat kegelapan mendera, menjadi jawaban atas gaung-gaung yang menggema. Aku tau cinta tidak bisa dihindari, tidak bisa diminta; cinta hadir tanpa syarat dan tanpa paksa. Aku tau, saat dimana aku terlunta, saat dimana segala yang telah kutata hanyut bersama senja. Dan aku tau, saat langit akan menenggelamkan bumi, saat bulan sudah tidak setia menunggu matahari, I know that I'm in love with you, still."

9 Jan 2013

Hari ke-9: Mencintai Dalam Diam

"Salut deh sama kalian!!!"

"Salut kenapa?"

"Ya kalian berdua sahabatan udah berapa taun coba, dan ga pernah ada apa-apa kan?! Murni sahabat! Kalo aku sih mungkin udah suka kali Gin sama sahabat cowok yang super baik kaya Rama. Semacem ga mau nyia-nyiain oase di gurun gitu, hahaha."

"Oh, itu", aku cuma tersenyum.

Rena adalah orang keseribu yang selalu memuji kita. Memuji aku, mungkin. Atau sebenarnya iri ingin ada diposisiku. Rama adalah sahabatku semenjak SMA. Dan aku bohong kalau aku tidak punya rasa yang lebih untuknya. Iya. Aku menyimpannya serapat udara. Aku menyimpannya. Apa yang orang namakan cinta.

Aku mencintaimu dalam diam. Tidak perlu berbalas. Tidak perlu harus bilang.
Aku mencintaimu dalam diam. Kalau suatu saat kamu paham, maka aku masih disana.
Tidak akan berubah. Sesakit apapun. Aku terus bertahan.
Aku mencintaimu dalam diam. Memendam.
Aku mencintaimu dalam diam. Tidak cukup berani mengungkapkan.
Aku mencintaimu dalam diam. Tidak berharap kau memandang.
Aku bahkan cukup bisa mencintai punggungmu saat kau tersenyum disana tanpa aku.
Aku mencintaimu dalam diam. Bersama bayangan yang tidak dapat kukejar.
Aku mencintaimu dalam diam. Sediam alam. Yang tidak akan pernah meminta.
Aku mencintaimu dalam diam. Dalam tetesan-tetesan kerinduan.
Dalam rapalan-rapalan doa yang selalu kukirimkan.
Dalam ribuan tawa yang selalu kau lontarkan.
Dalam setiap detik mata kita bertatapan.
Dalam setiap rongga dada yang mengembang.

Aku hanya ingin diam. Mencintaimu dalam kesunyian...

8 Jan 2013

Hari ke-8: Lagi-lagi Tentang Rindu

Aku harap aku bisa menghentikan perasaanku sendiri. Atau, aku harap aku bisa menghentikan waktu, berputar balik. Melihatmu lebih awal, lebih awal dibandingkan yang lainnya. Dan menjadi satu-satunya orang yang kau pikirkan setelah Tuhan. Aku percaya keajaiban, tapi apakah keajaiban yang kuharapkan akan tiba-tiba berpihak padaku?

Aku masih duduk meringkuk melihat langit yang padam. Melihat jajaran bintang yang bertebaran tak terhingga. Selalu kulihat satu bintang yang paling terang, bintang keberuntungan. My one beautiful star, dimana kamu sekarang? Aku berbisik. Apa kau masih tidak bisa tidur jika tidak dengan piyama kelincimu? Apakah kau masih menganggap dirimu adalah Christopher Robin dan menyukai Winnie The Pooh? Apakah sekarang kau masih terjaga? Apakah masih ada aku disela hatimu? Apakah kau masih merasakan getaran-getaran rindu yang kukurimkan setiap malam ke hatimu?

Aku tertawa sendirian. Mataku melahirkan tetes-tetes hangat yang jatuh begitu saja tanpa bisa dibendung. Kusempatkan lagi melihat rumahmu, jendelamu di seberang. Tetap gelap, tetap tak berpenghuni. Aku rindu melihatmu sebelum tidur, tersenyum dan melambai kecil. Melihatmu memainkan lampu kamarmu sebagai tanda kau tidak bisa tidur.

Aku terus menunggu dibalik jendela. Berharap kau mendekati jendelamu dan mengedarkan pandangan ke sekeliling, kemudian menangkapku walaupun hanya di ujung ekor matamu. Tapi jendela itu hanya terbuka tanpa ada kau yang menghiasi. Sampai malam menjelang, jendela itu lebih mirip lukisan tak bernyawa yang belum benar-benar hidup tanpa ada engkau disana.

Selamat memejam, selamat bertualang di negeri dimana kau belum bisa kutemukan. Selamat bermimpi, semoga kita akan bertemu lagi. Selamat untukku yang merindu, doakan tidak akan berujung semu.

7 Jan 2013

Hari ke-7: Ngobrol

Suasananya hujan gerimis. Mereka berdua duduk disebuah cafe. Berhadapan. Dua buah hot cappucino menatap mereka dengan pandangan ingin diperhatikan. Diiringi lantunan Untitled, Maliq & D'essentials mereka mulai bertukar suara; memecah sunyi yang sedari tadi menghinggapi.

Sebenarnya, kamu ini apa?
Aku kupu-kupu.

Kenapa kupu-kupu?
Aku indah. Tapi jika kau tangkap. Sayapku akan rusak.

Tidakkah kau ingin menjadi yang lain?
Contohnya?

Contohnya hatiku.
Kenapa hatimu?

Selalu ada. Berdetak. Kalau berhenti. Maka aku mati.
Itu jantung.

Iya. Apapun namanya. Aku mau kamu selalu ada.
Kalau gitu, aku bakal selalu ada. Tapi kamu ga bisa lihat aku.

Terus?
Aku mau jadi aku aja.

Oh.
Aku jadi aku, kamu jadi kamu.

Daridulu udah begitu, kan?
Tapi, aku dan kamu; bisa jadi kita.

Buat apa?
Mengarungi hidup; menjalani waktu bersama, saling mengisi.

Dim.
Ya?

Itu ga lucu.
Aku serius, Ra.

Tangan mereka bertautan. Mereka kini mengerti. Bahwa cinta memang harus diungkapkan. Tidak harus dengan sebuah puisi indah. Tidak harus menunggu momen yang dipaksakan indah. Tapi berjalan mengalir seperti air. Biarkan melaju bersama angin. Akan ada waktunya. Indah. Dua hot cappucino yang telah dingin sudah jadi setengah. Sudah tidak terlupakan. Diiringi Lucky, Jason Mraz.

6 Jan 2013

Hari ke-6: Ibuk

Ada semburat sedih menggantung disana. Diantara horison biru bola matanya yang gemerlapan percik-percik cinta. Kamu tidak akan pernah tau bagaimana dahsyatnya rindu bisa sangat membuat dua bola cakrawala itu kelabu. Bak tertimbun abu.

Ada sendu tidak ingin diacuhkan disana. Diantara tarian indah jemari lentiknya yang menari meliuki puluhan nada. Bermelodikan ketegaran yang ingin dimengerti tanpa harus berucap: aku merindui.

Ada berton-ton cinta yang siap menenggelamkanmu dijurang paling dalam hatinya, andai kau cukup kuat mengangkatnya sekarang. Dan andai kau cukup tau untuk sekedar paham. Ada yang mencinta, tapi kau buta.

Ada yang setia duduk disana. Menunggumu pulang, atau hanya sekedar mendengar kau berdeham. Lalu dia akan terlelap berhiaskan senyuman. Membawamu ke dalam mimpi seindah cerita impian. Dan terlelap. Sangat lelap. Tanpa harus bertanya dimana, dan kapan terjaga.

Iya buk. Dinar juga kangen.

I'm fine :)

Aku lagi ga pengen sendirian
Makanya sekarang lagi muter film-film mengharukan
Ditemani tissue dan tetes kesedihan
Bukan. Bukan karena sedih
Aku cuma pengen sedikit cengeng
Tapi aku baik-baik aja
Terlalu baik-baik aja
Ga usah khawatir, ya?

Take care

5 Jan 2013

Hari ke-5: Hei Senja


"Hei...."

Aku menoleh. Ada kamu, yang tak kukenal. Berambut ikal. Duduk di bawah pohon besar dengan ayunan yang siap membawa gelak tawa. Yang memakai baju biru bergambar Doraemon sedang tertawa lebar. Selebar tawamu yang menatap lugu seorang gadis berusia 11 tahun yang berjalan tanpa ekspresi di sore hari yang sejuk itu. Keheningan adalah jawaban dari sapaanmu. Kemudian aku melanjutkan langkahku dan tidak memperdulikanmu. Mungkin kau hanya bengong sekian detik, menatap gadis 11 tahun itu berjalan menjauh.

oOo

"Hei..."

Aku menyapa Rana, seorang gadis yang biasa duduk sendirian dan tak punya teman di kelas. Sama sepertiku, seorang anak baru yang aneh dan sangat pendiam. Bedanya dia adalah gadis yang pintar dan sangat ramah. Satu-satunya alasan dia tidak punya teman adalah karena dia terlalu rajin. Ya, terlalu rajin dan tidak mau pergi bermain saat istirahat. Dia lebih suka duduk diam di kelas sambil membaca buku pelajaran. Aku mencoba mendekatinya.

"Hei, Rana. Lagi apa? Boleh duduk sini ga?"
"Boleh", jawabnya sambil tersenyum. Manis sekali.

Satu setengah jam disekitar kami hanya ada hening dan suara buku yang Rana buka. Aku hanya diam menatapnya. Mencoba ikut memahami apa yang sedang dibacanya.

"Kamu, siapa namanya?", tiba-tiba tanya Rana memecahkan hening itu.
"Eh? Mmm namaku, Senja."
"Oooo, Senja siapa?"
"Senja Sore."
"Lucu ya namanya", dia tergelak renyah.
"Rana, kamu ga bosan ya disini terus ga maen?"
"Enggak, aku ga boleh capek-capek sama Mama. Soalnya aku sakit."
"Emangnya sakit apa?"

Dia hanya menjawab dengan senyuman kemudian keheningan terulang. Kembali sibuk dengan buku di tangannya. Sedangkan aku kembali sibuk menatap setiap sudut kelas. Mencoba mencari hal yang bisa menghentikan keheningan dan kebosanan disini. Akhirnya aku menemukannya, bel tanda masuk berbunyi. Setidaknya kami tak hanya duduk berdua lagi. Dan keheningan terusir.

oOo

Semilir angin menerbangkan daun yang menguning di pohon besar taman itu. Sudah sekitar 5400 detik aku disini. Duduk sendiri ditemani angin yang kadang malu-malu membelai rambutku, suara burung yang tergesa ingin cepat kembali, dan daun-daun yang bergemerisik karena tertabrak angin yang sepoi menggoda. Aku memejamkan mata. Hawa yang sangat nyaman untuk diisi dengan gesekan biola. Dan jemariku mulai menari. Biolaku mulai mengalun.
Disitu ada dia. Rana yang berjalan sendirian menghampiriku sambil tersenyum simpul. Berjalan tanpa ada suara. Takut memecah kesunyian dan kesyahduan yang sedang berjalan. Lalu diam mematung menyaksikanku masyuk dengan biola dan ikut memejamkan mata. Ternyata musik klasiklah yang nantinya menyatukan kami.
Dialog tanpa suara kami ciptakan melalui senyum dan pandangan persahabatan baru yang sudah lama kurindukan. Berpindah dari satu tempat ke tempat lain bukan jadi hal yang biasa bagiku. Dan satu hal yang selalu ingin aku ciptakan adalah persahabatan meski hanya sebentar. Kami berjalan pulang berjajaran dalam diam. Hai senja, Senja ini akhirnya bertemu satu sahabat barunya. Kenalkan dia adalah Rana. Hei senja, kau akan segera berlalu tergantikan malam kelam. Senja pun terbenam.

4 Jan 2013

Hari ke-4: Lihat Aku, Puteri

Aku mendengarnya menangis sekarang. Makin kencang. Dan hatiku serasa dilukai sembilan pisau fillet ikan. Tangismu sukses menjadikan hatiku bercabang sembilan. Sekarang sudah tidak berbentuk. Remuk. Aku ingin berteriak agar kau berhenti menangis. Tapi suaraku serasa diambil sembilan puluh menit yang lalu. Segera saat kamu mulai membisu. Aku ingin  meraihmu. Sekedar mengusap rambut legammu agar kau sedikit tenang. Atau menarik kepalamu ke dadaku yang kau bilang bidang. Tapi tanganku berubah kaku. Seperti dikutuk menjadi batu.

Apa sudah bisa membenci sekarang? Apa kau sudah sadar sekarang, kau terluka begitu dalam, Wahai Puteri? Bukan. Bukan aku sengaja. Bukan pula aku memintanya. Aku hanya seorang pecundang yang membiarkanmu menangis. Atau. Aku ini sebenarnya pecundang yang dipecundangi hatiku sendiri karena terlalu takut kau pergi. Apa aku sebodoh itu? Ya---bodoh.

"Jangan menangis, Tara", akhirnya suaraku kembali. Aku memaksanya kembali.

Dia masih menangis. Mungkin memaknai semua yang selama ini ditahannya. Mungkin juga tidak tau apa yang harus dikatakannya. Mungkin menjadi semakin terluka dengan sikapku yang hanya begitu-begitu saja. Atau. Mungkin. Hanya ingin menangis. Tanpa sebab. Hanya ingin aku ada disana. Sekarang.

"Aku benci dengan rindu", katanya. Tiba-tiba.
"Aku benci dengan jarak", tambahnya.
"Tapi aku tidak pernah bisa untuk tidak menempatkan rindu dihatiku. Dan aku tidak pernah bisa memotong jarak yang beribu ini untuk tiba-tiba ada disana", dia kembali terisak.

Aku membiarkannya mengoceh diujung sana. Dia akan tau kalau bukan cuma dia yang tersiksa. Ada yang selalu lebih tersiksa daripada dia. Ada yang selalu ingin membunuh rindu dan memenggal jarak dan waktu. Hanya untuk bisa bersamamu, Puteri. Kalau saja kamu bisa merasakan aku. Hatiku.

Kutitipkan satu rindu disetiap hembus nafasku. Tolong hitung berapa banyaknya aku bernafas setiap detik di tiap hariku. Kutitipkan segenggam cinta ditiap detik aku merindukanmu. Tolong hitung. Kalau kau mampu. Aku selalu merindu. Tolong lihat aku, Puteri. Sebentar saja. Sedetik saja. Aku akan selalu ada. Bahkan tanpa kau minta. Aku akan segera ada disana. Kalau saja akulah Pangerannya.

"Dim, salam salam buat Rendy ya kalau ketemu."
"Iya."
Maaf ya ngerepotin, makasih udah dengerin aku."
"Iya."
"Dim, kamu kenapa?"
"Gapapa."

3 Jan 2013

Hari ke-3: Yang Sudah Berbeda

Can we call it Soulmate, then?
Saat aku duduk diam karena ingin menjauh sebentar.
Saat aku bertindak berbeda dan kau tetap sama.
Kau pun ikut diam. Mengacuhkan.
Can we call it Soulmate, then?

Tidak selalu harus mengerti.
Karena aku pun tidak selalu bisa mengerti.
Tidak selalu harus dekat.
Karena lem pun pasti pernah tidak merekat.
Tidak harus selalu bercerita riuh.
Cukup tersenyum dan saling tau.
Bahwa kamu masih dihatiku. Selalu.

Masih ingat saat kita menertawakan hal yang untuk orang lain tidak lucu?
Aku masih ingat, tapi aku tidak rindu.
Masih ingat saat kita bahkan tidak memikirkan diri sendiri, tapi lebih memikirkan kita?
Masih sangat lekat, tapi aku tidak rindu.
Kita sudah bisa berjalan tanpa berpegangan.
Sudah bukan lagi penguat saat kita merunduk-runduk dalam kesakitan.
Sudah bukan lagi tempat meneduh saat hatimu hujan.
Kita sudah tidak lagi sama.
Dan aku berulang melontarkan, aku tidak rindu.

Memang kalau tidak rindu, itu berarti aku membencimu?
Memang kalau tidak rindu, itu berarti aku sama sekali melupakanmu?
Memang kalau tidak rindu, itu akan berarti apa buatmu?
Aku rindu. Dan kau tidak perlu tau.
Karena rinduku akan begitu saja menguap ke langit.
Menjadi awan. Turun ke bumi bersama hujan.
Membasahimu. Dan meresap ke tanah.
Mengalir pulang. Ke laut.

"Dulu kita sahabat, berteman bagai ulat, mengalahkan sinar mentari."
J

2 Jan 2013

Hari ke-2: Terima kasih, Musim Semi

Kalo kita semakin menua dan waktu udah semakin lama, mau ga tetep sesayang ini sama aku?
Kalo kita semakin menua dan waktu udah semakin lama, aku harap kita masih jadi kita yang sekarang.

Makasih ya..........................
Makasih untuk segala hal yang kamu kasih ke aku.
Waktu. Perhatian. Kesabaran. Semuanya.
Makasih udah selalu ada disaat kamu tidak ada waktu.
Makasih udah selalu sabar saat aku bahkan tidak memberikan perhatian kepadamu.
Makasih untuk segala lelah saat menunggu.
Entah mungkin menunggu aku yang meredakan marah.
Atau menunggu aku saat perasaan kita belum jadi satu.
Makasih untuk tawa yang selalu kamu tebarkan baik saat kamu ada disini, atau sedang jauh.
Makasih untuk setiap air mata yang menetes bukan karena kesia-siaan.
Makasih untuk suara yang menenangkan.
Makasih kamu udah ada................diceritaku, dihatiku.

Udah pernah bilang belum kalo suaramu bikin aku tenang? Udah ya?
Aku mau ngulang-ngulang terus. Soalnya aku suka.
Kamu punya suara "iyaaa..." yang bikin aku tenang kedua setelah bapak.

Udah pernah bilang juga belum kalo aku ngerasa bener-bener disayang, dibutuhkan?
Iya, bener-bener ngerasanya baru sekarang. Sama kamu.

Udah pernah bilang kalo aku suka tangan kamu?
Selain karena lentik, aku juga pengen jadi yang terus genggang tangan kamu.
Sampe nanti tangan kita udah ga sekuat sekarang saat menggenggam.

Udah pernah bilang kalo aku pengen bareng sama kamu terus?
Kalo boleh aku ga pernah pengen kamu pulang saat kamu berdiri memandangku masuk pintu.
Tapi, kata orang, bersama itu ga selalu harus disamping kita, ga selalu harus ada.
Bersama itu juga bisa dalam doa, dalam hati, dalam ingatan, dan dalam mimpi.

Kalo kita semakin menua dan waktu udah semakin lama, semoga masalah ga akan pernah numbangin kita.
Kalo kita semakin menua dan waktu udah semakin lama, semoga, cerita kita ga akan pernah berhenti..
Semoga, kita selalu ada, dihatiku, dihatimu, hati kita....

Take care ya

1 Jan 2013

Hari ke-1: Hujan di Akhir Desember

Hai Hujan. Betah ya mengguyurku? Tidakkah kau sampaikan pada langit bahwa aku ingin berlarian sambil menenteng puluhan kembang api? Malam ini umur bumi bertambah satu. Apa kau tidak ingin merayakannya dengan hiasan bintang dan kembang api didekat pipimu yang merona merah itu? Atau kau ingin aku merenunginya? Memelihara bumi dan tidak menyakitinya? Tolong jawab. Kalau iya, teruslah menangis hingga tengah malam tiba.

Hai Langit, sudah hampir tengah malam. Kau tau aku sedang menunggu? Sudah sekitar 5 jam aku memandangimu. Sudah sekitar 300 menit. Sudah sekitar 18000 detik, dengan muka muram dan hampir menangis. Aku menunggu. Satu pesan yang akan membuatku berjingkat girang kemudian berkubang senyuman saat datang. Tapi kau terus menangis sepanjang waktu. Iya, pesan itu tak kunjung datang karenamu. Maaf, tidak seharusnya penggemar nomer wahid Langit menggerutu. Tapi dengarlah, beginilah orang yang sedang dilanda rindu.

Hai, pesanmu tak kunjung datang. Tak terkira kesalku. Langit dan hujan berkolaborasi membentengiku. Dan satu-satunya hal yang bisa menghubungkanku denganmu pun bersekutu. Apa kau disana juga sekesal aku? Aku sedang menunggumu bersama ribuan detik yang tidak berhenti berdetak. Aku menunggumu seiring dengan derasnya rintik hujan yang mengguyur seluruh kota tanpa ada habisnya. Bisa kau hitung berapa banyaknya? Sebesar itulah rindu yang aku selipkan lewat alam yang menangis sambil berpesta malam itu. Menangis untuk bumi yang semakin menua. Dan berpesta untuk manusia yang tidak bisa berbahagia.

Kemudian Langit dan Hujan memihakku. Sepuluh detik berlalu:

Selamat tahun baru. Untuk bumi. Untuk langit. Untukmu.
Untuk kita. Untuk mereka. Untuk semesta.
Dan untukku, yang merindu.
J