25 Jan 2013

Hari ke-20: Lapar

Masih lekat terbayang wajah-wajah yang bergerak hilir mudik dari semalam. Meski aku hanya tertunduk lesu dengan menengadahkan tangan, aku bisa melihat wajah lusuh mereka yang muak melihat orang macam aku di jalanan. Aku terduduk lesu bukan karena malas berjalan atau sekedar bernyanyi sambil sedikit bergoyang. Lebih dari itu. Ususku kaku. Tenggorokanku terbakar. Kepalaku pening tidak karuan. Aku lapar. Dua hari belum makan. Hanya minum setegukan dari hasil mengorek sisa air mineral di jalanan. Apa hidupku begitu menyedihkan?

"Ini ada nasi bungkus, kamu makan ya. Ini juga ada sedikit uang. Sana gunakan untuk keperluanmu", katanya lembut namun tegas. Dia segera berlalu. Aku yang masih tertegun, bercampur kaget dan terharu hanya bisa terdiam sampai dia sudah tidak kelihatan di pelupuk mataku. Lupa mengucapkan rasa syukur dan terima kasihku. Bu, siapapun kamu, aku mendoakan kesehatanmu.

Kulahap makananku dengan cepat. Aku bisa melihat diriku yang sedang makan seperti orang kerasukan. Aku tidak begitu peduli. Aku lapar. Dan logika tanpa logistik tidak akan pernah jalan. Kata siapa hidup di jalanan itu keras. Hidup di jalanan itu sangat amat keras. Kami tidak diperdulikan oleh orang yang tidak kami kenal. Kami bahkan dianggap sampah. Tapi kami saling memiliki satu sama lain. Karena satu-satunya yang kami punya hanya diri sendiri dan teman sepenanggungan. Kalau tidak ada, berarti kami sendirian. Oh, aku lupa. Aku masih punya Tuhan yang akan memeluk orang macam aku lewat tangan-tangan orang dermawan.

No comments: