Langit dan komidi putar; yang membawaku berputar ditempat tapi sekaligus membawaku melihat hal yang tak bisa kulihat dari atas tanah. Langit sore yang jingga, kemudian menggelap. Bintang muncul kemudian terang oleh lampu berwatt-watt yang sudah menyilaukan mata apabila kulihat lima setik saja.
Komidi putar mengalun pelan, kemudian kencang, membuat dada berdesir, berdesir persis seperti saat aku akan melihat papan pengumuman saat mengikuti ujian, berdesir persis saat aku pertama kali dimarahi oleh Bapak saat aku belajar sholat kemudian lalai tidak mengerjakannya karena asyik bermain. Aku rindu naik komidi putar, dipangkuan ibu, bersama dengan dengan orang yang bahkan belum pernah kukenal kemudian merasakan desiran yang sama karena takut ketinggian dan cepatnya putaran komidi putar.
Aku rindu masa kanak-kanak; saat banyak hal polos yang kucelotehkan, berisi hal jujur yang membuat orang dewasa mangangguk setuju, kadang pula membuat mereka tertawa. Haahhh, tidak terasa kini aku sudah menginjak dewasa, tanggung jawab yang sudah tidak ringan, masa depan yang masih jauh harus kuraih, cemoohan yang makin menjadi. Tapi aku selalu berkata, inilah hidup, inilah perjuangan, inilah jalan yang memang tidak akan selalu mulus. Jalan tol saja bisa berlubang kok.
Sekarang komidi putar akan segera berhenti, karena komidi hanya berputar lima menit menurut perhitunganku, dan aku harus kembali turun, menghadapi hidup diatas tanah yang tidak selalu indah. Bapak sudah ada dibawah bersama permen gula-gula yang aku lebih akrab menyebutnya Harum Manis. Terima kasih ya Allah.....
No comments:
Post a Comment